PENGARUH PEMBERIAN RUMPUT BINTANG TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI
BALI
(PEMBIBITAN) DI UPTD BPT-HMT
SERADING
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Menyusun Skripsi Pada Program Studi Ilmu Peternakan
WAWAN HERMAWAN
NIM.
12.04.08.0441
PROGRAM STUDI
ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS
SAMAWA (UNSA)
SUMBAWA BESAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penyusunanproposal penelitian ini dengan judul “PENGARUH PEMBERIAN RUMPUT
BINTANG TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI BALI ( PEMBIBITAN) DI UPTD
BPT-HMT SERADING” dapat terselesaikan.
Penyusunan proposal penelitian ini merupakan salah
satu syarat untuk melaksanakan penelitian skripsi pada Fakultas Pertanian dan
Perikanan Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa Besar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal
penelitian ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Semoga proposal penelitian ini bermanfaat khususnya
bagi penulis dan khalayak ramai pada umumnya.
Sumbawa Besar, April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN FAKULTAS .................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang
................................................................................... 1
1.2. Rumusan
Masalah ............................................................................. 2
1.3. Tujuan
Penelitian ................................................................................ 2
1.4. Manfaat penelitian
.............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2.1. Sapi Bali..............................................................................................
4
2.2. Pertumbuhan Sapi Bali.......................................................................
5
2.2.1. Efisiensi Pakan.........................................................................
6
2.2.2. Konversi Pakan.........................................................................
9
2.2.3. Konsumsi Pakan........................................................................
9
2.3. Rumput Bintang (star
grass) ............................................................ 11
BAB III MATERI DAN METODELOGI PENELITIAN ............................... 13
3.1. Materi Penelitian ................................................................................ 13
3.1.1. Waktu dan
Tempat Penelitian.................................................
13
3.1.2. Bahan-bahan Penelitian............................................................
13
3.1.3. Peralatan Penelitian..................................................................
13
3.2. Metode Penelitian ............................................................................. 13
3.2.1. Rancangan penelitian...............................................................
13
3.2.2. Parameter Penelitian................................................................
13
3.2.3. Pelaksanaan Penelitian............................................................
14
3.2.4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian................................................ 15
3.2.5. Denah Penelitian.......................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
16
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Jadwal
Pelaksanaan Penelitian............................................................
15
3.2. Denah penelitian................................................................................... 15
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Sapi bali
jantan dan betina.....................................................................
5
2.2. Rumput Bintang
(star grass)................................................................
11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Menurut (B.Soewardi,1968) dalam mengetahui jenis-jenis makanan ternak,
petunjuk yang dapat digunakan adalah morfologis, botanis, dan agronominya.
Masing-masing jenis memiliki persamaan yang berbeda yang perlu diketahui
sebabnya,hal ini sangat berhubungan dengan produksi ternak yang dihasilkannya.
Tatalaksana dan tindakan serta pengawasan yang dilakukan dan lain-lainnya,
misalnya rumput-rumputan yang biasanya baik untuk pemotongan sedangkan yang
merambat baik untuk padang pengembalaan,
Hijauan makanan ternak adalah
tumbuhan yang dapat dimakan dan diberikan kepada ternak, tidak merugikan
(beracun) untuk kelangsungan hidup ternak. Untuk mendapatkan hijauan yang
produktivitasnya tinggi maka hijauan makanan ternak diusahakan secara maksimal
mulai dari pemilihan lokasi, pemetaan wilayah, pengelolaan tanah, pemilihan
bibit, penanaman, pemupukkan, pemeliharaan, pamanenan dan usaha-usaha untuk mempertahankan
dan meningkatkan mutu (pasca panen) sampai dengan penangan hijauan sebelum di
konsumsi ternak, (B. Soewardi. 1968).
Kebutuhan produksi protein
hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang
disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan yang juga
mempengaruhi pola konsumsi pangan. Dalam usaha pengembangan peternakan
ruminansia, hijauan makanan ternak merupakan factor produksi utama karena
produktivitas ternak dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, baik secara
kuantitas, maupun kualitas. Untuk itu pengembangan hijauan makanan ternak perlu
dilakukan dalam rangka intensifikasi usaha peternakan, (Mcilroy,
R. J. 1977).
Rumput memegang peranan
penting dalam penyediaan pakan bagi ternak ruminansia dan non-ruminansia di
Indonesia. Rumput sebagai hijauan makanan trnak telah umum digunakan oleh
peternak ddan dapat diberikan dalam jumlah yang besar, rumput mengangandung
zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelansungan hidup ternak, untuk
mendapatkan produksi yang optimal dan nilai gizi yang tinggi perlu adanya
tindakan kultur teknik secara tepat terutama dalam pengolahan tanah yang baik,
pemilihan bibit yang baik, penanaman, pengairan dan penyediaan unsure hara yang
dibutuhkan oleh tanaman seperti pemberian pupuk, (Susetyo,
S., I. Kismono,1968).
Komposisi hijauan makanan
ternak sangat bervariasi dan bergantung pada banyak hal yang diantaranya adalah
spesies tanaman, umur tanaman, iklim dan pemupukkan. Sebagai contoh kandungan
protein kasar dibawah 3% pada rumput yang sudah tua, sebaliknya pada rumput
yang masih muda dengan pemupukkan yang intensif bias mencapai lebih dari 30%
kandungan air hujan, makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat
pemanenan terutama bila mau diawetkan baik menjadi silase maupun hay. Pada
tanaman yang masih muda kandungan airnya bias mencapai 75-90%, dan menurun pada
saat tanaman sudah mau tua (65%), (H. K. Mustafa,2006).
Rumput star grass (rumput bintang) adalah rumput yang unggul di padang
pengembalaan di bandingkan rumput-rumput lain, selain unggul dipadang
pengembalaan rumput ini juga tahan terhadap injakan adapun Kandungan
nutrient star grass adalah 32% bahan kering, 3,4% abu, 0,6% lemak kasar, 9,6%
serat kasar, 15,4% BETN (Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen), dan 2,8 protein kasar, (H.
Supratman. 2006).
Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Rumput Bintang (Star
Grass) terhadap Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali (Pembibitan) di UPTD
BPT-HMT Serading”
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
pemberian rumput bintang (star grass) terhadap pertambahan bobot badan sapi bali
(pembibitan) di uptd bpt-hmt serading.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh pemberian rumput bintang terhadap pertambahan bobot
badan sapi bali (pembibitan) di UPTD BPT-HMT serading.
1.4.
Manfaat Penelitian
Sebagai bahan acuan bagi peneliti lainnya khusus dalam masalah
pengaruh pemberian rumput bintang (star
grass) terhadap pertambahan bobot badab sapi bali (pembibitan) di UPTD
BPT-HMT serading.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sapi Bali
Sapi bali adalah salah satu ternak
asli Indonesia seperti namanya, sapi ini berasal dari dari propinsi sebelah
timur Indonesia yaitu pulau bali, sejarah sapi bali berasal dari banteng liar
yang telah dijinakkan berabad-abad tahun lalu. Abad ke-1 sapi bali mulai
menyebar ke Lombok, kemudian abad ke-2 masuk ke Sulewasi Selatan dan sejak
tahun 1962 masuk ke wilayah-wilayah lain di Indonesia. Tidak hanya menyebar di
Indonesia, sapi ini diketahui juga menyebar sampai ke Australia, Malaysia, dan
Filipina, (Anonima. 2012).
Sapi bali yang berasal dari banteng
liar mengalami beberapa perubahan, Perubahan tersebut terjadi karena cara
hidupnya dan bukan karena pengaruh kawin silang dengan sapi jenis lain. Salah
satu perubahan tersebut adalah ukurannya yang sedikit lebih kecil dibandingkan
dengan banteng, terutama pada bobot dan tinggi badan. Masyarakat pulau dewata
beternak sapi bali, tidak hanya sebagai daging semata, tetapi diimanfaatkan
untuk membajak di sawah atau lahan pertanian, sebagai sumber pupuk oganik (kotoran
atau air seni sapi). Sapi ini biasa juga terkenal dimanfaatkan sebagai atraksi
agrowisita. Salain juga dimanfaatkan dalam upacara keagamaan Hindu. Dalam
upacara keagamaannya butha yad dikenal sebagai caru, yang melambangkan makna
pembersihan. Sedangakan untuk umat Islam, sapi bali biasa digunakan sebagai
hewan kurban pada saat hari raya Idul Adha. Sehinga pemerintah perlu
memerhatikan keberadaannya, agar terus berkembang, (Parakkasi,
A. 1999).
Reproduksi sapi bali dkenal dengan
sangat baik, sapi bali betina sudah dapat dikawinkan, saat sudah mencapai umur
2-2,5 tahun. Pada umur itu, sapi sudah memiliki organ yang sangat sempurna,
Jarak sapi bali melahirkan anak berkisar antara 12-14 bulan (Parakkasi,
A. 1999).
Sapi bali memiliki tingkat karkas
yang tinggi dibandingkan dengan sapi lokal yang lain, yaitu sekitar 53,26%,
Peranakan Ongole 46.9%. Perbandingan antara daging dan tulang yaitu sekitar 4,4
:1. Sapi bali mengalami perubahan ukuran dan bobot badan, secara kesuluruhan
ciri-ciri sapi bali masih sama dengan banteng sebagai moyangnya. Saat lahir,
anak sapi bali berwana sawo matang merah mengkilap dengan garis hitam di
punggung yang terlihat jelas. Setelah dewasa, sapi betina tetap berwarna sawo
matang kemerahan, sedangkan sapi jantan berwarna hitam. Jika dikebiri, sapi
jantan memiliki bulu berwarna sawo matang kemerahan seperti sapi betina, (Ketut
suatha., 2010).
Baik jantan maupun betina, sapi ini
memiliki bulu berwarna putih di bidang belakang paha atau pantat dan kaki
bagian bawah berwarna putih. Pada sapi jantan yang sudah tua, akan muncul warna
putih pada dahinya dan diantara dasar-dasar tanduknya. Sapi bali memiliki dada
yang dalam dan tubuh padat. Tanduk sapi bali jantan tumbuh melebar ke arah luar
kepala, sedangkan tanduk betinanya cenderung mengarah kedalam. Kaki sapi
bali pendek menyerupai kaki kerbau. Berat sapi bali jantan bisa mencapai 450
Kg, sedangkan berat sapi bali betina atara 300-400 kg, (Ketut
suatha., 2010).
Gambar
2.1. Sapi baali jantan dan betina
Sumber : (UPTD BPT-HMT,2015)
Keunggulan sapi bali, memiliki
daya tahan terhadap panas tinggi, pertumbuhan tetap baik walaupun dengan
pakan yang jelek dengan persentase karkas tinggi dan kualitas daging baik.
Umumnya, sapi bali betina dapat beranak setiap tahun. Sayangnya pertumbuhan
bobot hari sapi ini hanya 0.5 kg, dibandingkan dengan sapi lainnya seperti Sapi
Simmental, sapi brahman, sapi limousin yang dapat mencapai bobot harian 1,2
kg/hari, (Putu I., dan Ketut suatha., 2010).
2.2.
Pertumbuhan
Sapi Bali
Keberhasilan
usaha peternakan sapi, baik itu sapi potong, sapi kerja, maupun sapi perah
sangat tergantung dari pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat. Namun
perlu disadari bahwa pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat-syarat ini
tidak akan dapat mengubah sifat genetik sapi. Besar tubuh sapi Bali tidak dapat
diubah menyerupai sapi Hereford, tetapi pemberian pakan yang cukup dan memenuhi
syarat pasti akan dapat menunculkan sifat bawaannya yang baik, mislanya
pertumbuhannya menjadi lebih sempurna dan lebih cepat, dan persentase karkasnya
menjadi lebih tinggi, dan lebih tahan terhadap penyakit, (Siregar, S.B, 2003).
Pemberian
pakan pada ternak sapi, baik sapi potong maupun sapi perah harus dilakukan
secara berkesinambungan sehingga pertumbuhannya tidak terganggu. Pemberian
pakan yang tidak berkesinambungan akan menimbulkan goncangan pertumbuhan sapi.
Keadaan ini sering ditemukan pada sapi Bali yang dipelihara di daerah
pegunungan atau daerah dataran tinggi yang pengairannya tergantung dari air hujan,
seperti di daerah Bukit Jimbaran, daerah Kubu Karang Asem, daerah NTT dan
lai-lain. Pada musim hujan, sapi bali yang dipelihara di daerah tersebut tumbuh
dan bertambah bobot dengan sangat cepat karena sapi mendapat pakan dalam jumlah
yang cukup dan memenuhi syarat. Akan tetapi, pada musim kemarau pertumbuhannya
atau bobot badannya dapat menurun secara dratis, sebab selama musim kemarau
persediaan pakan dan daya cerna sapi akan hijauan menjadi berkurang. Hal ini
terutama disebabkan oleh hilangnya energi, mineral dan protein yang terkandung
dalam hijauan/rerumputan akibat kekurangan air. Dengan demikian,
hijauan/rerumputan yang diberikan kepada ternak tidak lagi memenuhi syarat,
bahkan jumlahnyapun tidak mencukupi kebutuhan sapi. Sebagai akibatnya ialah : pertumbuhan
terhambat, sapi yang sudah dewasa berat badannya menurun/kurus, sehingga tidak
memenuhi syarat sebagai sapi potong. Perkembangbiakannya terhambat karena
fertilitasnya menurun, persentase karkasnya juga sangat rendah, (S. Lebdosoekojo.1986).
Menurut
(Susetyo, S., DKK; 1968) oleh karena itu, peternak
harus berusaha memberi pakan yang cukup dan memenuhi syarat sesuai dengan
kebutuhan sapi. Ransum sapi yang memenuhi syarat ialah ransom yang mengandung :
protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup.
Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauhan dan konsentrat.
2.2.1.
Efesiensi Pakan
Menurut (Siregar,
S. B. 1990), sapi
bisa dikatakan sebagai hewan pemakan segalanya, ternak ini sangat efisien dalam
mengubah segala jenis pakan menjadi daging dan energy bagi tubuhnya. Dalam
kondisi pakan buruk sekalipun sapi mampu berproduksi dengan baik, itulah salah
satu kelebihan dari ternak ruminansia ini. Selain itu sapi juga memiliki sifat pendiam sehingga pada
budidaya secara konvensional sering kali sapi digunakan sebagai penghasil susu
dan daging. Harga jual susu dan telur ternak ini juga lebih tinggi dari harga daging-daging
ternak lainnya. Sapi bisa berproduksi minimal pada usia 4 tahun, berbeda dengan kerbau,
kambing dan kuda yang bisa berproduksinya dengan masa budidaya 3-3,5 tahun.
Masa budidaya sapi ini perlu disikapi dengan bijak oleh para peternak terutama
terkait efisiensi pakan. Jika kita mengabaikan efisiensi walhasil kerugian yang
kita dapat. Mengingat sapi dapat
mengkonsumsi pakan kualitas buruk seharusnya sebagai peternak komersil kita
bisa memanfaatkan pakan-pakan alternatif, agar biaya pakan bisa diminimalisir. Misalnya dedak
kualitas rendah-sedang bisa dijadikan sebagai konsentrat harian. Berbagai jenis
rumput dan leguminosa baik dijadikan pakan sapi, Sebenarnya bekatul (dedak) + air dan garam saja sudah cukup
sebagai konsentrat ternak sapi, sebab pada kenyataan ternak ruminansia ini
sangat baik dalam mencerna pakan kualitas buruk sekalipun. Namun untuk memacu
pertumbuhan alangkah lebih baik ditambah sumber-sumber protein dan mineral lain
seperti tepung ikan yang harganya tidaklah semahal pelet.
Selain
itu efisiensi atau optimasi penggunaan pakan bisa juga
dilakukann dengan cara mengagon (lepas
dari kandang). Seekor sapi mau tidur di tempat mana saja yang penting ada
tempat untuk ditidurinya (kandang), dan hewan ini tahu persis jalan pulang ke
kandangnya, berbeda denga. Dengan melepasnya dari kandang dan membiarkan sapi
mencari makanan tambahan diluar kandang dapat menghemat penggunaan pakan 40–70%
(Susetyo, S.I 1968).
Limbah-limbah
pertanian seperti sisa sayuran dan buah cukup disukai ternak sapi, oleh karena
itu tidak ada kesulitan berarti dalam penyediaan pakan pada budidaya ternak sapi.
Namun demikian sekali lagi penulis tekankan bahwa periode produksi ternak sapi
cukup lama jadi bila kita ingin perputaran modal lebih cepat mungkin lebih baik
investasi pada kemitraan budidaya kambing pedaging. Selaian itu, Pakan yang baik adalah komposisi nutrisi seimbang
yaitu, Protein, energi, dan serat. yang tidak seimbang ditandai dengan kotoran
berbau serta dikerumuni lalat. Hal ini terjadi karena protein tidak tercerna
keluar bersama kotoran dilanjutkan dengan pembusukan. Cara mudah untuk melihat
kualitas pakan yaitu: bentuknya bulat berlapis tidak keras, tidak lembek dan
tidak berbau. Untuk mengurai protein diperlukan adanya energi sehingga manakala
imbangan protein lebih tinggi dari energi maka protein tidak bisa dicerna dan
keluar bersama kotoran. Serat berfungsi untuk memberi makan mikrobia rumen dan
akan diubah menjadi protein. Dengan demikian untuk pakan sapi tidak
diperlukan protein yang tinggi tetapi sangat dibutuhkan energi yang cukup,
(kismono. 1968).
Menurut (Putra, S. 1999), Kelebihan energi
tidak masalah dan akan mempercepat sapi menjadi gemuk. Berbeda dengan pakan
ayam, kelinci dan itik. Diperlukan protein dan asam amino yang cukup. Namun
pada ternak ruminansia seperti sapi, domba, kambing, kerbau. Energi dan serat
yang lebih menonjol diperlukan. Kekurangan serat kasar menyebabkan berkurangnya
populasi mikrobia didalam rumen. Sehingga penyerapan dan pencernaan zat-zat
makanan tidak sempurna. Untuk pakan sapi berdasarkan hasil riset yang dilakukan
oleh Loka Penelitian Sapi Potong sejak tahun 2002 hingga saat ini menggunakan
kisaran protein kasar 8-10%.
Hasil di lapangan menunjukkan
efektivitas penggunaan pakan yang efisien, kotoran tidak berbau, dan tidak
disenangi lalat. Disamping itu cost untuk pakan menjadi lebih murah namun
hasilnya tetap optimal. Hal ini ditandai dengan konversi pakan pada kisaran
9-10, artinya penggunaan/konsumsi pakan 9-10kg akan menghasilkan pertambahan
berat badan 1kg, (Putra,S.1999).
Adapun Efisiensi penggunaan pakan dapat ditentukan dari konversi pakan,
yakni jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mencapai pertambahan 1 kg bobot badan.
Konsumsi pakan atau ransum yang diukur adalah bahan kering sehingga efisiensi
penggunaan pakan atau ransum dapat ditentukan berdasarkan konsumsi bahan kering
pakan atau ransum untuk mencapai 1 kg pertambahan bobot badan. Menurut
penelitian yang telah dilakukan, efisiensi pengunaan pakan pada sapi bali yaitu
9,8-10%. Efisiensi penggunaan pakan pada sapi bali adalah 10%. Dengan demikian,
dilihat dari indikator efisiensi penggunaan pakan, sapi bali lebih prospektif
digunakan sebagai bakalan dalam usaha penggemukan, (Siregar, S.B, 2003).
Menurut (Soeparno.
1998), dari indikator yang dibahas untuk menentukan jenis sapi yang
lebih prospektif digunakan sebagai bakalan, sapi bali lebih banyak memenuhi
persyaratan. Namun, bila tidak ada pilihan, sebaiknya digunakan jenis saja yang
mudah diperoleh di daerah tempat penggemukan sapi dilakukan. Misalnya,
penggemukan akan dilakukan di daerah yang menjadi pusat pemeliharaan sapi penggemukan
(pembibitan). Jadi, bakalan yang digunakan sebaiknya adalah sapi pengemukkan
(pembibitan) jantan. Penggunaan sapi penggemukkan jantan sebagai bakalan dalam
usaha penggemukan sudah banyak dilakukan dan hasilnya cukup memuaskan.
2.2.2.
Konversi
Pakan
Menurut Soeparno, 1998, Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
meningkatkan 1 kg bobot badan, nilai konversi pakan merupakan gambaran dari
jumlah pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan 1 kg bobot badan,
dengan perbandingan antara konsumsi pakan (BK) dengan
pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi nilai
konversi pakan yaitu macam imbangan pakan yang digunakan, bangsa ternak dan
manajemen kandang. Hal ini sesuai dengan Amien et al. (2013)
faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu kondisi ternak, daya cerna
ternak, bangsa, jenis kelamin, kualitas dan kuantitas pakan, dan faktor lingkungan,
konversi pakan yang baik pada sapi bibit yaitu sebesar 2,56%–10,29%.
Konversi pakan dihitung berdasarkan rasio
antara tampilan PBBH dengan konsumsi BK pakan. Konversi pakan merupakan salah satu
gambaran kebutuhan BK pakan untuk menghasilkan setiap kg PBBH ternak. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa sapi bali dan perlakuan pakan memberikan
perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum. Hal ini
menunjukkan bahwa pemanfaatan rumput sebagai bahan substitusi dalam pakan mampu
meningkatkan efisiensi nilai gizi pakan guna pemenuhan kebutuhan untuk
pertumbuhan. Perbedaan yang tidak
nyata ini erat kaitannya dengan konsumsi BK pakan dan tampilan PBBH yang tidak
berbeda nyata pula (Mcilroy, R. J. 1977).
2.2.3. Konsumsi Pakan
konsumsi adalah proses pemasukan pakan yang
diberikan pada ternak untuk keperluan metabolisme dalam tubuh sebagai pemenuhan
kebutuhan nutrisi yang digunakan untuk hidup pokok (maintenance)
dan pertumbuhan. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang cepat pada ternak dalam
menghasilkan performen ternak dapat dilihat pada konsumsi pakan. Dalam
pemberian pakan pada ternak faktor yang harus diperhatikan adalah
jumlah pakan yang diberikan, semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi setiap
hari, akan memberikan kesempatan untuk menghasilkan produksi yang tinggi, (Mcilroy,
R. J. 1977).
Menurut Mcilroy, R. J. 1977, konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan
dikurangi jumlah pakan yang tidak dimakan, temperatur lingkungan, tahap
produksi air minum, luas kandang, imbangan nutrisi dalam pakan,
periode pertumbuhan dan penyakit.
Manurung L.
2008 menyatakan pakan merupakan salah
satu unsur yang sangat penting untuk menunjang produktivitas ternak. Bahan pakan
ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Sapi
memerlukan sebanyak 10% berat basah pakan atau 3% berat kering pakan dari bobot
badan sapi perhari, Semakin baik kualitas hijauan maka semakin sedikit
persentase konsentrat yang digunakan. Jenis pakan yang pertama diberikan adalah
konsentrat untuk menyuplai makanan bagi mikroba rumen, sehingga ketika pakan
hijauan masuk ke dalam rumen, mikroba rumen telah siap dan aktif mencerna
hijauan. Pada kandang koloni, pemberian pakan harus diperhitungkan dengan
cermat agar tidak terjadi kompetisi dalam merebutkan pakan. Pada penggemukan
sapi secara intensif, konsentrat diberikan dalam jumlah besar yaitu antara 60 –
80% dan hijauan 20 – 40% atau konsentrat 85% dan hijauan 15%.
Kandungan nutrisi pada pakan akan diubah menjadi energi yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, dan apabila kebutuhan
pokok sudah terpenuhi maka kelebihan nutrisi pakan akan digunakan untuk
pertumbuhan dan produksi. Semakin tinggi bobot badan, semakin tinggi pula
kebutuhan untuk hidup pokok demikian pula dengan pertambahan bobot badan
hariannya. Semakin tinggi pertambahan bobot badan harian ternak, semakin tinggi
pula kebutuhan zat pakannya. Kebutuhan nutrisi sapi potong berdasarkan bobot
badan dan pertambahan bobot badan hariannya, bahan pakan yang biasa diberikan
kepada sapi antara lain adalah rumput bintang dan konsentrat, (Gaspersz,
V. 1991).
Menurut Darmaja, S,G,N,D., 1980, sapi juga diberi pakan konsentrat untuk mendapatkan pertambahan
bobot badan yang tinggi. Jerami padi adalah hasil samping dari tanaman padi
yang sudah diambil hasil utamanya. Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak
memiliki kendala yaitu kandungan serat kasarnya yang tinggi, kecernaan dan
kandungan nutrisi yang rendah. Jerami padi memiliki serat kasar yang tinggi
yaitu 35,5%.Rumput bintang merupakan salah satu pakan hijauan yang berkualitas
ladang gembalaan, tumbuh relatif cepat dan banyak dimanfaatkan untuk pakan
ternak. kandungan nutrien rumput bintang antara lain: 18,2% BK, 11,2% PK, 1,3%
lemak, 36,2% SK, 11,7 abu dan 42,3% BETN
(Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen), Konsentrat merupakan pakan yang
mengandung serat kasar kurang dari 18%.
Konsentrat adalah meningkatkan dan memperkaya nutrisi bahan
pakan lain yang nilai nutrisinya lebih rendah, Pakan sebaiknya tidak diberikan
sekaligus dalam jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi menjadi beberapa
bagian, misalkan pagi dan sore hari, (Bambang S. Y. 2005).
2.3.
Rumput
Bintang (Star Grass)
Rumput
bintang (star grass) adalah rumput
yang berasal dari afrika timur, bahan penanaman rumput ini adalah pols dan
stolon, rumput ini juga dapat hidup pada semua jenis tanah (ringan, sedang, dan
berat). Ketinggian yang cocok adalah dataran rendah, curah hujan adalah 500-800
mm/tahun. Rumput ini tumbuh tegak dan menjalar, pada bagian stolonnya tumbuh
rapat dengan tanah dan pada buku stolonnya tumbuh akar yang kuat sehingga
rumput ini tahan injakan dan renggutan. Tanaman ini sangat baik sebagai rumput
gembalaan dan bisa membentuk hamparan. Rumput ini sangat bagus dipergunakan
sebagai rumput pengembalaan dan bisa menahan erosi dilereng-lereng, rumput ini
tidak dapat tumbuh pada tanah yang tergenang dan kekurangan nitrogen, (Sri
Harini, I. S. 1977).
Mcilroy,
R. J. 1977 menyatakan bahwa jarak tanam rumput
star grass sekitar 90 x 90 cm dan dapat ditanam bersama leguminosa. Campuran
rumput dan leguminosa biasanya lebih produktif dari pada bila di tanam sendiri,
dan peningkatan kandungan protein kasar akan terjadi fiksasi udara oleh bakteri
rhizobium berjalan efektif.
Gambar 2.
Rumput Bintang (Star Grass)
Sumber : (UPTD BPT-HMT,2015)
Apabila
rumput ini sebagai rumput pengembalaan harus dilakukan defoliasi dalam interval
pendek, sebab nilai gizinya lekas menurun dan juga dilakukan pengelolaan yang
intensif, selain itu juga rumput bintang atau dikenal dengan rumput star grass ini dapat berproduksi
sebanyak 47,0-55,6 ton/ha/tahun, dengan pemberian 150 atau 300 kg
nitrogen/ha/tahun dan interval pemanenan selama 21 hari. Kandungan nutrient
star grass adalah 32% bahan kering, 3,4% abu, 0,6% lemak kasar, 9,6% serat
kasar, 15,4% BETN (Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen), dan 2,8 protein kasar, (Wello,
B. 2007).
BAB III
MATERI
DAN METODELOGI PENELITIAN
3.1.
Materi Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian eksprimen dengan menggunakan materi penelitian yaitu sapi bali bibit
sebanyak 16 ekor yang terdiri dari 4 kelompok berdasarkan berat badan : A
(100kg), B (150kg), C (200kg), dan D (250kg) terdiri dari 4 tepat pakan ternak.
3.1.1.
Waktu dan Tempat Penelitian
penelitian ini akan
dilaksanakan dari bulan april 2016 dan berakhir pada bulan juni 2016, bertempat
dikantor uptd bpt-hmt serading.
3.1.2.
Bahan-bahan Penelitian
1)
sapi
penelitian sebanyak 16 ekor dengan rata-rata berat badan sapi A (100kg), B
(150kg), C (200kg), dan sapi D (250kg).
2)
rumput
bintang (star grass) digunakan sebagai materi penelitian.
3)
air
minum diberikan secara adlibiutum.
3.1.3.
Peralatan penelitian
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan
penelitian yaitu:
1)
Timbangan
elektrik kapasitas 1000kg yang digunakan untuk menimbang bobot badan ternak.
2)
Sapu
lidi yang digunakan untukmembersihkan sisa pakan dan bekas kotoran ternak.
3)
Air
digunakan untuk memandikan, menyiram kandang dan diminum ternak.
4)
Baskom
digunakan untuk mengangkut pakan ternak dan konsentrat untuk diberikan kepada
ternak.
5)
Kereta
dorong yang digunakan untuk membawa baskom yang berisi pakan ternak dan
konsentrat ternak, dan untuk membuang kotortan ternak.
3.2.
Metode Penelitian
3.2.1.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian eksprimen dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4
perlakuan dan 4 kelompok, tiap perlakuan terdiri 4 ekor sapi untuk perlakuan.
3.2.2.
Parameter penelitian
Parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)
Konsumsi
harian adalah jumlah pakan yang dikonsumsi selama 24 jam dapat dilihhat dengan
rumus:
Konsumsi: PA-(SP1+SP2)
|
Keterangan:
PA : Jumlah bahan pakan yang diberikan.
SP1
: Jumlah sisa pakan yang ada ditempat pakan.
SP2
: Jumlah pakan yang berada dilantai kandang.
2)
Pertambahan
bobot badan harian dihitung dengan cara menimbang sapi tiap minggu dengan perhitungan:
PBBH
=
|
Bobot akhir-bobot awal
|
|
7hri
|
3)
Efisiensi
pakan adalah jumlah bobot badan yang dihasilkan dengan konsumsi satuan kg bahan
pakan yang dikonsumsi dapat diukur dengan rumus.
Efisiensi Pakan =
|
Bobot badan yang dihasilkan
|
X 100%
|
Bahan pakan yang dikonsumsi
|
4)
Konversi
pakan adalah jumlah bahan pakan yang dihabiskan atau dikonsumsi untuk kenaiakan
1 satuan bobot badan dengan rumus:
Konversi Pakan =
|
Jumlah bahan pakan yang dihabiskan
|
|
Penambahan bobot badan
|
|
3.2.3.
Pelaksanaan penelitian
1)
Tahap
persiapan
a)
Mempersiapkan
alat dan bahan.
b)
Mengacak
materi penelitian sesuai dengan perlakuan dan ulangan, kemudian masukkan meteri
penelitian kedalam kandang.
c)
Pembiasaan
pakan untuk sapi dengan tujuan agar dalam tahap penelitian sapi suda terbiasa
dengan pakan yang diberikan.
d)
Tahap
ini dilaksanakan selama 6 minggu.
e)
Pemanfaatkan
rumput bintang sebagai pakan sapi dengan perlakuan penelitian sebagai berikut.
-
To
= 100% ( rumput bintang 80% + leguminosa 20%)
-
T1
= Kontrol 95% + leguminosa 5%.
-
T2
= Kontrol 90% + leguminosa 10%.
-
T3
= Kontrol 85% + leguminosa 15%.
2)
Tahap
pelaksanaan penelitian
a)
Menimbang
ternak sesuai dengan bobot badan awal.
b)
Menimbang
dan memberikan pakan sesuai dengan perlakuan.
c)
Mengukur
tingkat konsumsi pakan dengan menghitung selisih antara pakan yang diberikan
dengan sisa pakan.
d)
Memberikan
air minum.
e)
Menimbang
bobot badan sapi tiap minggu.
f)
Melakukan
pengamatan terhadap kondisi sapi.
g)
Tahap
ini dilaksanakan selama 6 minggu.
3.2.4.
Jadwal pelaksanaan penelitian
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan
Penelitian
No.
|
Tahap
|
Tahun 2016
|
|||||||||||
April
|
Mei
|
Juni
|
|||||||||||
1.
|
Persiapan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pelaksanaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Koleksi
Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Tabulasi
dan analisis data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.2.5. Denah
penelitian
Table 3.2. denah penelitian
SAPI A
|
T0A
|
T3A
|
T1A
|
T2A
|
SAPI C
|
T3C
|
T1C
|
T2C
|
T0C
|
SAPI B
|
T0B
|
T3B
|
T2B
|
T1B
|
SAPI D
|
T0D
|
T1D
|
T3D
|
T2D
|
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anonima. 2012. Beternak Sapi Bali.
Diakses tanggal 14 Februari 2012.
Anonimus,
1991. Beternak Sapi Potong.
Kanisius. Yogyakarta.
Anonimus,
1983. Hijauan Makanan Ternak.
Kanisius. Yogyakarta.
Bambang S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bamualim, A. dan R. B. Wirdahayati. 2002.Nutrition
and management strategies to improve Bali cattle productivity in Nusa Tenggara.
Proc. of an ACIAR Workshop on Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern
Indonesia, Skripsi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Malang.
Cole, H.H. 1966. Introduction to Livestock
Production 2nd Edition. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
Darmaja, S .G .N .D., 1980. Setengah abad peternakan
sapi tradisional dalam ekosistim pertanian di Bali. Thesis UNPAD.
Davies HL. 1982. Principle on Growth of Animal. In
H. L. Davies, Nutrition on Growth Manual. Canberra. AUIDP.
Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan.
Armico Bandung.
Kay
M. and R. Housseman. 1975. The Influence of Sex on Meat Production. In Meat.
Edited by Cook DJ, Lawrrie RA. London. Butterworth.
Manurung
L. 2008. Analisi ekonomi uji ransum berbasis pelepah daun sawit, lumpur sawit
dan jerami padi fermentasi dengan phanerochate Chysosporium Pada Sapi Peranakan
Ongole. Departemen Peternakan fakultas pertanian Universitas Sumatra Utara
Medan. – Skripsi.
Mcilroy,
R. J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika Terjemahan; Susetyo
Sudarmadi, H., Klamono, Dan Sri Harini, I. S. 1977. Pradnya Paramita. Jakarta.
Parakkasi,
A. 1999. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta. Hal 371-374.
1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Parulian S. T. 2009. Efek Pelepah
Daun Sawit dan Limbah Industrinya Sebagai Pakan Terhadap Pertumbuhan Sapi
Peranakan bali Pada Fase Pertumbuhan. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatra Utara Medan.
Putra, S. 1999. Peningkatan Performans Sapi Bali Melalui
Perbaikan Mutu Pakan dan Suplementasi Seng Asetat. Institut Pertanian Bogor.
Sampurna, I., Putu I., dan Ketut suatha., 2010.
Pertumbuhan alometri dimensi panjang dan lingkar tubuh sapi Bali jantan. Jurnal
Veteriner Universitas Undayana. Vol. 11. No.1 :46-51.
Siregar,
S. B. 1990. Ransum Ternak Ruminansia.
Penerbit Swadaya. Jakarta.
Siregar,
S.B, 2003. Teknik Pemeliharan sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan
ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Susetyo, S., I. Kismono, Dan B.
Soewardi. 1968. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian. Jakarta..
Tidi
D., Mansyur, H. K. Mustafa, Dan H. Supratman. 2006. Imbangan Rumput Afrika (Cynodon
Plectostachyus) Dan Leguminosa Sentro (Centrosema Pubescans) Dalam
Sistem Pastura Campuran Terhadap Produksi Dan Kualitas Hijauan. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Jurnal Ilmu Ternak, Desember 2006, Vol. 6
No. 2, 163 – 168.
Tillman, A.D. H. Hartadi, S.
Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo.1986. Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Gajah Mada University Press. Fakultas Peternakan, UGM, Yogyakarta.
Tillman, D., H. Hartadi, S. Prawirokusumo, S.
Reksoha-diprodjo dan S.Lebdosukojo. 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah mada
University Press, Yokyakarta.
Yudith Taringan A., 2010. Pemamfaatan Pelepah sawit
dan Hasil Ikutan Industri Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan
Simental Fase Pertumbuhan. Departemen Pendidikan Fakultas Sumatra Utara.
Wello, B.
2007. Bahan Ajar Manajemen Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Williamson, G dan W.J.A Payne. 1993. Pengantar
Peternakan di Daerah Tropis. Alih Bahasa : Djiwa Darmadja. UGM_Press.
Yogyakarta.