Rabu, 06 April 2016

proposal penelitian

PENGARUH PEMBERIAN RUMPUT BINTANG TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI BALI
(PEMBIBITAN) DI UPTD BPT-HMT
SERADING

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Menyusun Skripsi Pada Program Studi Ilmu Peternakan

 





WAWAN HERMAWAN
NIM. 12.04.08.0441



PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SAMAWA (UNSA)
SUMBAWA BESAR
2016 




KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penyusunanproposal penelitian ini dengan judul “PENGARUH PEMBERIAN RUMPUT BINTANG TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI BALI ( PEMBIBITAN) DI UPTD BPT-HMT SERADING” dapat terselesaikan.
Penyusunan proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian skripsi pada Fakultas Pertanian dan Perikanan Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa Besar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Semoga proposal penelitian ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan khalayak ramai pada umumnya. 


Sumbawa Besar,        April 2016


          Penulis








DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................  ii
HALAMAN PENGESAHAN FAKULTAS ..................................................  iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................  iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................  v
DAFTAR TABEL .........................................................................................  vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................  vii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................  1
1.1.  Latar Belakang ...................................................................................  1
1.2.  Rumusan Masalah .............................................................................  2
1.3.  Tujuan Penelitian ................................................................................  2
1.4.  Manfaat penelitian ..............................................................................  3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................  4
2.1.  Sapi Bali.............................................................................................. 4
2.2.  Pertumbuhan Sapi Bali....................................................................... 5
2.2.1.  Efisiensi Pakan......................................................................... 6
2.2.2. Konversi Pakan......................................................................... 9
2.2.3. Konsumsi Pakan........................................................................ 9
2.3.  Rumput Bintang (star grass) ............................................................  11
BAB III MATERI DAN METODELOGI PENELITIAN ...............................  13
3.1.  Materi Penelitian ................................................................................  13
3.1.1.  Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 13
3.1.2. Bahan-bahan Penelitian............................................................ 13
3.1.3. Peralatan Penelitian.................................................................. 13
3.2.  Metode  Penelitian .............................................................................  13
3.2.1. Rancangan penelitian............................................................... 13
3.2.2. Parameter Penelitian................................................................ 13
3.2.3. Pelaksanaan Penelitian............................................................ 14
3.2.4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian................................................ 15
3.2.5. Denah Penelitian....................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 16



DAFTAR TABEL

Tabel                                                                                                  Halaman
3.1.  Jadwal Pelaksanaan Penelitian............................................................ 15
3.2.  Denah penelitian................................................................................... 15






























DAFTAR GAMBAR

Gambar                                                                                                    Halaman
2.1.  Sapi bali jantan dan betina..................................................................... 5
2.2.  Rumput Bintang (star grass)................................................................ 11



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
Menurut (B.Soewardi,1968) dalam mengetahui jenis-jenis makanan ternak, petunjuk yang dapat digunakan adalah morfologis, botanis, dan agronominya. Masing-masing jenis memiliki persamaan yang berbeda yang perlu diketahui sebabnya,hal ini sangat berhubungan dengan produksi ternak yang dihasilkannya. Tatalaksana dan tindakan serta pengawasan yang dilakukan dan lain-lainnya, misalnya rumput-rumputan yang biasanya baik untuk pemotongan sedangkan yang merambat baik untuk padang pengembalaan,
Hijauan makanan ternak adalah tumbuhan yang dapat dimakan dan diberikan kepada ternak, tidak merugikan (beracun) untuk kelangsungan hidup ternak. Untuk mendapatkan hijauan yang produktivitasnya tinggi maka hijauan makanan ternak diusahakan secara maksimal mulai dari pemilihan lokasi, pemetaan wilayah, pengelolaan tanah, pemilihan bibit, penanaman, pemupukkan, pemeliharaan, pamanenan dan usaha-usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu (pasca panen) sampai dengan penangan hijauan sebelum di konsumsi ternak, (B. Soewardi. 1968).
Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan yang juga mempengaruhi pola konsumsi pangan. Dalam usaha pengembangan peternakan ruminansia, hijauan makanan ternak merupakan factor produksi utama karena produktivitas ternak dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, baik secara kuantitas, maupun kualitas. Untuk itu pengembangan hijauan makanan ternak perlu dilakukan dalam rangka intensifikasi usaha peternakan, (Mcilroy, R. J. 1977).
Rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan bagi ternak ruminansia dan non-ruminansia di Indonesia. Rumput sebagai hijauan makanan trnak telah umum digunakan oleh peternak ddan dapat diberikan dalam jumlah yang besar, rumput mengangandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelansungan hidup ternak, untuk mendapatkan produksi yang optimal dan nilai gizi yang tinggi perlu adanya tindakan kultur teknik secara tepat terutama dalam pengolahan tanah yang baik, pemilihan bibit yang baik, penanaman, pengairan dan penyediaan unsure hara yang dibutuhkan oleh tanaman seperti pemberian pupuk, (Susetyo, S., I. Kismono,1968).
Komposisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan bergantung pada banyak hal yang diantaranya adalah spesies tanaman, umur tanaman, iklim dan pemupukkan. Sebagai contoh kandungan protein kasar dibawah 3% pada rumput yang sudah tua, sebaliknya pada rumput yang masih muda dengan pemupukkan yang intensif bias mencapai lebih dari 30% kandungan air hujan, makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat pemanenan terutama bila mau diawetkan baik menjadi silase maupun hay. Pada tanaman yang masih muda kandungan airnya bias mencapai 75-90%, dan menurun pada saat tanaman sudah mau tua (65%), (H. K. Mustafa,2006).
Rumput star grass (rumput bintang) adalah rumput yang unggul di padang pengembalaan di bandingkan rumput-rumput lain, selain unggul dipadang pengembalaan rumput ini juga tahan terhadap injakan adapun Kandungan nutrient star grass adalah 32% bahan kering, 3,4% abu, 0,6% lemak kasar, 9,6% serat kasar, 15,4% BETN (Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen), dan 2,8 protein kasar, (H. Supratman. 2006).
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Rumput Bintang (Star Grass) terhadap Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali (Pembibitan) di UPTD BPT-HMT Serading”

1.2.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pemberian rumput bintang (star grass) terhadap pertambahan bobot badan sapi bali (pembibitan) di uptd bpt-hmt serading.

1.3.        Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian rumput bintang terhadap pertambahan bobot badan sapi bali (pembibitan) di UPTD BPT-HMT serading.



1.4.        Manfaat Penelitian
Sebagai bahan acuan  bagi peneliti lainnya khusus dalam masalah pengaruh pemberian rumput bintang (star grass) terhadap pertambahan bobot badab sapi bali (pembibitan) di UPTD BPT-HMT serading.































BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.        Sapi Bali
Sapi bali adalah salah satu ternak asli Indonesia seperti namanya, sapi ini berasal dari dari propinsi sebelah timur Indonesia yaitu pulau bali, sejarah sapi bali berasal dari banteng liar yang telah dijinakkan berabad-abad tahun lalu. Abad ke-1 sapi bali mulai menyebar ke Lombok, kemudian abad ke-2 masuk ke Sulewasi Selatan dan sejak tahun 1962 masuk ke wilayah-wilayah lain di Indonesia. Tidak hanya menyebar di Indonesia, sapi ini diketahui juga menyebar sampai ke Australia, Malaysia, dan Filipina, (Anonima. 2012).
Sapi bali yang berasal dari banteng liar mengalami beberapa perubahan, Perubahan tersebut terjadi karena cara hidupnya dan bukan karena pengaruh kawin silang dengan sapi jenis lain. Salah satu perubahan tersebut adalah ukurannya yang sedikit lebih kecil dibandingkan dengan banteng, terutama pada bobot dan tinggi badan. Masyarakat pulau dewata beternak sapi bali, tidak hanya sebagai daging semata, tetapi diimanfaatkan untuk membajak di sawah atau lahan pertanian, sebagai sumber pupuk oganik (kotoran atau air seni sapi). Sapi ini biasa juga terkenal dimanfaatkan sebagai atraksi agrowisita. Salain juga dimanfaatkan dalam upacara keagamaan Hindu. Dalam upacara keagamaannya butha yad dikenal sebagai caru, yang melambangkan makna pembersihan. Sedangakan untuk umat Islam, sapi bali biasa digunakan sebagai hewan kurban pada saat hari raya Idul Adha. Sehinga pemerintah perlu memerhatikan keberadaannya, agar terus berkembang, (Parakkasi, A. 1999).
Reproduksi sapi bali dkenal dengan sangat baik, sapi bali betina sudah dapat dikawinkan, saat sudah mencapai umur 2-2,5 tahun. Pada umur itu, sapi sudah memiliki organ yang sangat sempurna, Jarak sapi bali melahirkan anak berkisar antara 12-14 bulan (Parakkasi, A. 1999).
Sapi bali memiliki tingkat karkas yang tinggi dibandingkan dengan sapi lokal yang lain, yaitu sekitar 53,26%, Peranakan Ongole 46.9%. Perbandingan antara daging dan tulang yaitu sekitar 4,4 :1. Sapi bali mengalami perubahan ukuran dan bobot badan, secara kesuluruhan ciri-ciri sapi bali masih sama dengan banteng sebagai moyangnya. Saat lahir, anak sapi bali berwana sawo matang merah mengkilap dengan garis hitam di punggung yang terlihat jelas. Setelah dewasa, sapi betina tetap berwarna sawo matang kemerahan, sedangkan sapi jantan berwarna hitam. Jika dikebiri, sapi jantan memiliki bulu berwarna sawo matang kemerahan seperti sapi betina, (Ketut suatha., 2010).
Baik jantan maupun betina, sapi ini memiliki bulu berwarna putih di bidang belakang paha atau pantat dan kaki bagian bawah berwarna putih. Pada sapi jantan yang sudah tua, akan muncul warna putih pada dahinya dan diantara dasar-dasar tanduknya. Sapi bali memiliki dada yang dalam dan tubuh padat. Tanduk sapi bali jantan tumbuh melebar ke arah luar kepala, sedangkan tanduk betinanya cenderung mengarah kedalam.  Kaki sapi bali pendek menyerupai kaki kerbau. Berat sapi bali jantan bisa mencapai 450 Kg, sedangkan berat sapi bali betina atara 300-400 kg, (Ketut suatha., 2010).
       
Gambar 2.1. Sapi baali jantan dan betina
Sumber : (UPTD BPT-HMT,2015)
Keunggulan sapi bali, memiliki daya tahan terhadap panas tinggi, pertumbuhan tetap baik walaupun  dengan pakan yang jelek dengan persentase karkas tinggi dan kualitas daging baik. Umumnya, sapi bali betina dapat beranak setiap tahun. Sayangnya pertumbuhan bobot hari sapi ini hanya 0.5 kg, dibandingkan dengan sapi lainnya seperti Sapi Simmental, sapi brahman, sapi limousin yang dapat mencapai bobot harian 1,2 kg/hari, (Putu I., dan Ketut suatha., 2010).
2.2.        Pertumbuhan Sapi Bali
Keberhasilan usaha peternakan sapi, baik itu sapi potong, sapi kerja, maupun sapi perah sangat tergantung dari pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat. Namun perlu disadari bahwa pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat-syarat ini tidak akan dapat mengubah sifat genetik sapi. Besar tubuh sapi Bali tidak dapat diubah menyerupai sapi Hereford, tetapi pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat pasti akan dapat menunculkan sifat bawaannya yang baik, mislanya pertumbuhannya menjadi lebih sempurna dan lebih cepat, dan persentase karkasnya menjadi lebih tinggi, dan lebih tahan terhadap penyakit, (Siregar, S.B, 2003).
Pemberian pakan pada ternak sapi, baik sapi potong maupun sapi perah harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga pertumbuhannya tidak terganggu. Pemberian pakan yang tidak berkesinambungan akan menimbulkan goncangan pertumbuhan sapi. Keadaan ini sering ditemukan pada sapi Bali yang dipelihara di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi yang pengairannya tergantung dari air hujan, seperti di daerah Bukit Jimbaran, daerah Kubu Karang Asem, daerah NTT dan lai-lain. Pada musim hujan, sapi bali yang dipelihara di daerah tersebut tumbuh dan bertambah bobot dengan sangat cepat karena sapi mendapat pakan dalam jumlah yang cukup dan memenuhi syarat. Akan tetapi, pada musim kemarau pertumbuhannya atau bobot badannya dapat menurun secara dratis, sebab selama musim kemarau persediaan pakan dan daya cerna sapi akan hijauan menjadi berkurang. Hal ini terutama disebabkan oleh hilangnya energi, mineral dan protein yang terkandung dalam hijauan/rerumputan akibat kekurangan air. Dengan demikian, hijauan/rerumputan yang diberikan kepada ternak tidak lagi memenuhi syarat, bahkan jumlahnyapun tidak mencukupi kebutuhan sapi. Sebagai akibatnya ialah : pertumbuhan terhambat, sapi yang sudah dewasa berat badannya menurun/kurus, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai sapi potong. Perkembangbiakannya terhambat karena fertilitasnya menurun, persentase karkasnya juga sangat rendah, (S. Lebdosoekojo.1986).
Menurut (Susetyo, S., DKK; 1968) oleh karena itu, peternak harus berusaha memberi pakan yang cukup dan memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan sapi. Ransum sapi yang memenuhi syarat ialah ransom yang mengandung : protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauhan dan konsentrat.
2.2.1.   Efesiensi Pakan
Menurut (Siregar, S. B. 1990), sapi bisa dikatakan sebagai hewan pemakan segalanya, ternak ini sangat efisien dalam mengubah segala jenis pakan menjadi daging dan energy bagi tubuhnya. Dalam kondisi pakan buruk sekalipun sapi mampu berproduksi dengan baik, itulah salah satu kelebihan dari ternak ruminansia ini. Selain itu sapi  juga memiliki sifat pendiam sehingga pada budidaya secara konvensional sering kali sapi digunakan sebagai penghasil susu dan daging. Harga jual susu dan telur ternak ini juga lebih tinggi dari harga daging-daging ternak lainnya. Sapi bisa berproduksi minimal pada usia 4 tahun, berbeda dengan kerbau, kambing dan kuda yang bisa berproduksinya dengan masa budidaya 3-3,5 tahun. Masa budidaya sapi ini perlu disikapi dengan bijak oleh para peternak terutama terkait efisiensi pakan. Jika kita mengabaikan efisiensi walhasil kerugian yang kita dapat. Mengingat sapi dapat mengkonsumsi pakan kualitas buruk seharusnya sebagai peternak komersil kita bisa memanfaatkan pakan-pakan alternatif, agar biaya pakan bisa diminimalisir. Misalnya dedak kualitas rendah-sedang bisa dijadikan sebagai konsentrat harian. Berbagai jenis rumput dan leguminosa baik dijadikan pakan sapi, Sebenarnya bekatul (dedak) + air dan garam saja sudah cukup sebagai konsentrat ternak sapi, sebab pada kenyataan ternak ruminansia ini sangat baik dalam mencerna pakan kualitas buruk sekalipun. Namun untuk memacu pertumbuhan alangkah lebih baik ditambah sumber-sumber protein dan mineral lain seperti tepung ikan yang harganya tidaklah semahal pelet. 
Selain itu efisiensi atau optimasi penggunaan pakan bisa juga dilakukann dengan cara mengagon (lepas dari kandang). Seekor sapi mau tidur di tempat mana saja yang penting ada tempat untuk ditidurinya (kandang), dan hewan ini tahu persis jalan pulang ke kandangnya, berbeda denga. Dengan melepasnya dari kandang dan membiarkan sapi mencari makanan tambahan diluar kandang dapat menghemat penggunaan pakan 40–70% (Susetyo, S.I 1968).
Limbah-limbah pertanian seperti sisa sayuran dan buah cukup disukai ternak sapi, oleh karena itu tidak ada kesulitan berarti dalam penyediaan pakan pada budidaya ternak sapi. Namun demikian sekali lagi penulis tekankan bahwa periode produksi ternak sapi cukup lama jadi bila kita ingin perputaran modal lebih cepat mungkin lebih baik investasi pada kemitraan budidaya kambing pedaging. Selaian itu, Pakan yang baik adalah komposisi nutrisi seimbang yaitu, Protein, energi, dan serat. yang tidak seimbang ditandai dengan kotoran berbau serta dikerumuni lalat. Hal ini terjadi karena protein tidak tercerna keluar bersama kotoran dilanjutkan dengan pembusukan. Cara mudah untuk melihat kualitas pakan yaitu: bentuknya bulat berlapis tidak keras, tidak lembek dan tidak berbau. Untuk mengurai protein diperlukan adanya energi sehingga manakala imbangan protein lebih tinggi dari energi maka protein tidak bisa dicerna dan keluar bersama kotoran. Serat berfungsi untuk memberi makan mikrobia rumen dan akan diubah menjadi protein. Dengan  demikian untuk pakan sapi tidak diperlukan protein yang tinggi tetapi sangat dibutuhkan energi yang cukup, (kismono. 1968).
Menurut (Putra, S. 1999), Kelebihan energi tidak masalah dan akan mempercepat sapi menjadi gemuk. Berbeda dengan pakan ayam, kelinci dan itik. Diperlukan protein dan asam amino yang cukup. Namun pada ternak ruminansia seperti sapi, domba, kambing, kerbau. Energi dan serat yang lebih menonjol diperlukan. Kekurangan serat kasar menyebabkan berkurangnya populasi mikrobia didalam rumen. Sehingga penyerapan dan pencernaan zat-zat makanan tidak sempurna. Untuk pakan sapi berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Loka Penelitian Sapi Potong sejak tahun 2002 hingga saat ini menggunakan kisaran protein kasar 8-10%.
Hasil di lapangan menunjukkan efektivitas penggunaan pakan yang efisien, kotoran tidak berbau, dan tidak disenangi lalat. Disamping itu cost untuk pakan menjadi lebih murah namun hasilnya tetap optimal. Hal ini ditandai dengan konversi pakan pada kisaran 9-10, artinya penggunaan/konsumsi pakan 9-10kg akan menghasilkan pertambahan berat badan 1kg, (Putra,S.1999).
Adapun Efisiensi penggunaan pakan dapat ditentukan dari konversi pakan, yakni jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mencapai pertambahan 1 kg bobot badan. Konsumsi pakan atau ransum yang diukur adalah bahan kering sehingga efisiensi penggunaan pakan atau ransum dapat ditentukan berdasarkan konsumsi bahan kering pakan atau ransum untuk mencapai 1 kg pertambahan bobot badan. Menurut penelitian yang telah dilakukan, efisiensi pengunaan pakan pada sapi bali yaitu 9,8-10%. Efisiensi penggunaan pakan pada sapi bali adalah 10%. Dengan demikian, dilihat dari indikator efisiensi penggunaan pakan, sapi bali lebih prospektif digunakan sebagai bakalan dalam usaha penggemukan, (Siregar, S.B, 2003).
Menurut (Soeparno. 1998), dari indikator yang dibahas untuk menentukan jenis sapi yang lebih prospektif digunakan sebagai bakalan, sapi bali lebih banyak memenuhi persyaratan. Namun, bila tidak ada pilihan, sebaiknya digunakan jenis saja yang mudah diperoleh di daerah tempat penggemukan sapi dilakukan. Misalnya, penggemukan akan dilakukan di daerah yang menjadi pusat pemeliharaan sapi penggemukan (pembibitan). Jadi, bakalan yang digunakan sebaiknya adalah sapi pengemukkan (pembibitan) jantan. Penggunaan sapi penggemukkan jantan sebagai bakalan dalam usaha penggemukan sudah banyak dilakukan dan hasilnya cukup memuaskan.
2.2.2.    Konversi Pakan
Menurut Soeparno, 1998, Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan 1 kg bobot badan, nilai konversi pakan merupakan gambaran dari jumlah pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan 1 kg bobot badan, dengan  perbandingan antara konsumsi  pakan (BK) dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi nilai konversi pakan yaitu macam imbangan pakan yang digunakan, bangsa ternak dan manajemen kandang. Hal ini sesuai dengan Amien et al. (2013) faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu kondisi ternak, daya cerna ternak, bangsa, jenis kelamin, kualitas dan kuantitas pakan, dan faktor lingkungan, konversi pakan yang baik pada sapi bibit yaitu sebesar 2,56%–10,29%.
Konversi pakan dihitung berdasarkan rasio antara tampilan PBBH dengan konsumsi BK pakan. Konversi pakan merupakan salah satu gambaran kebutuhan BK pakan untuk menghasilkan setiap kg PBBH ternak. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa sapi bali dan perlakuan pakan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan rumput sebagai bahan substitusi dalam pakan mampu meningkatkan efisiensi nilai gizi pakan guna pemenuhan kebutuhan untuk pertumbuhan. Perbedaan yang tidak nyata ini erat kaitannya dengan konsumsi BK pakan dan tampilan PBBH yang tidak berbeda nyata pula (Mcilroy, R. J. 1977).
2.2.3.    Konsumsi Pakan
konsumsi adalah proses pemasukan pakan yang diberikan pada ternak untuk keperluan metabolisme dalam tubuh sebagai pemenuhan kebutuhan nutrisi yang digunakan untuk hidup pokok (maintenance) dan pertumbuhan. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang cepat pada ternak dalam menghasilkan performen ternak dapat dilihat pada konsumsi pakan. Dalam pemberian pakan pada ternak  faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah pakan yang diberikan, semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari, akan memberikan kesempatan untuk menghasilkan produksi yang tinggi, (Mcilroy, R. J. 1977).
Menurut Mcilroy, R. J. 1977, konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tidak dimakan, temperatur lingkungan, tahap produksi air minum, luas kandang, imbangan nutrisi dalam pakan, periode pertumbuhan dan penyakit.
Manurung L. 2008 menyatakan pakan merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang produktivitas ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Sapi memerlukan sebanyak 10% berat basah pakan atau 3% berat kering pakan dari bobot badan sapi perhari, Semakin baik kualitas hijauan maka semakin sedikit persentase konsentrat yang digunakan. Jenis pakan yang pertama diberikan adalah konsentrat untuk menyuplai makanan bagi mikroba rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk ke dalam rumen, mikroba rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Pada kandang koloni, pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat agar tidak terjadi kompetisi dalam merebutkan pakan. Pada penggemukan sapi secara intensif, konsentrat diberikan dalam jumlah besar yaitu antara 60 – 80% dan hijauan 20 – 40% atau konsentrat 85% dan hijauan 15%.
Kandungan nutrisi pada pakan akan diubah menjadi energi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, dan apabila kebutuhan pokok sudah terpenuhi maka kelebihan nutrisi pakan akan digunakan untuk pertumbuhan dan produksi. Semakin tinggi bobot badan, semakin tinggi pula kebutuhan untuk hidup pokok demikian pula dengan pertambahan bobot badan hariannya. Semakin tinggi pertambahan bobot badan harian ternak, semakin tinggi pula kebutuhan zat pakannya. Kebutuhan nutrisi sapi potong berdasarkan bobot badan dan pertambahan bobot badan hariannya, bahan pakan yang biasa diberikan kepada sapi antara lain adalah rumput bintang dan konsentrat, (Gaspersz, V. 1991).
Menurut Darmaja, S,G,N,D., 1980, sapi juga diberi pakan konsentrat untuk mendapatkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Jerami padi adalah hasil samping dari tanaman padi yang sudah diambil hasil utamanya. Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak memiliki kendala yaitu kandungan serat kasarnya yang tinggi, kecernaan dan kandungan nutrisi yang rendah. Jerami padi memiliki serat kasar yang tinggi yaitu 35,5%.Rumput bintang merupakan salah satu pakan hijauan yang berkualitas ladang gembalaan, tumbuh relatif cepat dan banyak dimanfaatkan untuk pakan ternak. kandungan nutrien rumput bintang antara lain: 18,2% BK, 11,2% PK, 1,3% lemak, 36,2% SK, 11,7 abu dan 42,3% BETN  (Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen), Konsentrat merupakan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%.
Konsentrat adalah meningkatkan dan memperkaya nutrisi bahan pakan lain yang nilai nutrisinya lebih rendah, Pakan sebaiknya tidak diberikan sekaligus dalam jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi menjadi beberapa bagian, misalkan pagi dan sore hari, (Bambang S. Y. 2005).
2.3.        Rumput Bintang (Star Grass)
Rumput bintang (star grass) adalah rumput yang berasal dari afrika timur, bahan penanaman rumput ini adalah pols dan stolon, rumput ini juga dapat hidup pada semua jenis tanah (ringan, sedang, dan berat). Ketinggian yang cocok adalah dataran rendah, curah hujan adalah 500-800 mm/tahun. Rumput ini tumbuh tegak dan menjalar, pada bagian stolonnya tumbuh rapat dengan tanah dan pada buku stolonnya tumbuh akar yang kuat sehingga rumput ini tahan injakan dan renggutan. Tanaman ini sangat baik sebagai rumput gembalaan dan bisa membentuk hamparan. Rumput ini sangat bagus dipergunakan sebagai rumput pengembalaan dan bisa menahan erosi dilereng-lereng, rumput ini tidak dapat tumbuh pada tanah yang tergenang dan kekurangan nitrogen, (Sri Harini, I. S. 1977).
Mcilroy, R. J. 1977 menyatakan bahwa jarak tanam rumput star grass sekitar 90 x 90 cm dan dapat ditanam bersama leguminosa. Campuran rumput dan leguminosa biasanya lebih produktif dari pada bila di tanam sendiri, dan peningkatan kandungan protein kasar akan terjadi fiksasi udara oleh bakteri rhizobium berjalan efektif.







Gambar 2. Rumput Bintang (Star Grass)
Sumber : (UPTD BPT-HMT,2015)
Apabila rumput ini sebagai rumput pengembalaan harus dilakukan defoliasi dalam interval pendek, sebab nilai gizinya lekas menurun dan juga dilakukan pengelolaan yang intensif, selain itu juga rumput bintang atau dikenal dengan rumput star grass ini dapat berproduksi sebanyak 47,0-55,6 ton/ha/tahun, dengan pemberian 150 atau 300 kg nitrogen/ha/tahun dan interval pemanenan selama 21 hari. Kandungan nutrient star grass adalah 32% bahan kering, 3,4% abu, 0,6% lemak kasar, 9,6% serat kasar, 15,4% BETN (Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen), dan 2,8 protein kasar, (Wello, B. 2007).
































BAB III
MATERI DAN METODELOGI PENELITIAN


3.1.        Materi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksprimen dengan menggunakan materi penelitian yaitu sapi bali bibit sebanyak 16 ekor yang terdiri dari 4 kelompok berdasarkan berat badan : A (100kg), B (150kg), C (200kg), dan D (250kg) terdiri dari 4 tepat pakan ternak.
3.1.1.    Waktu dan Tempat Penelitian
penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan april 2016 dan berakhir pada bulan juni 2016, bertempat dikantor uptd bpt-hmt serading.
3.1.2.    Bahan-bahan Penelitian
1)    sapi penelitian sebanyak 16 ekor dengan rata-rata berat badan sapi A (100kg), B (150kg), C (200kg), dan sapi D (250kg).
2)    rumput bintang (star grass) digunakan sebagai materi penelitian.
3)    air minum diberikan secara adlibiutum.
3.1.3.    Peralatan penelitian
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu:
1)    Timbangan elektrik kapasitas 1000kg yang digunakan untuk menimbang bobot badan ternak.
2)    Sapu lidi yang digunakan untukmembersihkan sisa pakan dan bekas kotoran ternak.
3)    Air digunakan untuk memandikan, menyiram kandang dan diminum ternak.
4)    Baskom digunakan untuk mengangkut pakan ternak dan konsentrat untuk diberikan kepada ternak.
5)    Kereta dorong yang digunakan untuk membawa baskom yang berisi pakan ternak dan konsentrat ternak, dan untuk membuang kotortan ternak.
3.2.        Metode Penelitian
3.2.1.    Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksprimen dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok, tiap perlakuan terdiri 4 ekor sapi untuk perlakuan.
3.2.2.    Parameter penelitian
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)    Konsumsi harian adalah jumlah pakan yang dikonsumsi selama 24 jam dapat dilihhat dengan rumus:
Konsumsi: PA-(SP1+SP2)
Keterangan:
PA   : Jumlah bahan pakan yang diberikan.
SP1 : Jumlah sisa pakan yang ada ditempat pakan.
SP2 : Jumlah pakan yang berada dilantai kandang.
2)    Pertambahan bobot badan harian dihitung dengan cara menimbang sapi tiap minggu dengan perhitungan:
PBBH =
Bobot akhir-bobot awal

7hri

3)    Efisiensi pakan adalah jumlah bobot badan yang dihasilkan dengan konsumsi satuan kg bahan pakan yang dikonsumsi dapat diukur dengan rumus.
Efisiensi Pakan =
Bobot badan yang dihasilkan
X 100%
Bahan pakan yang dikonsumsi

4)    Konversi pakan adalah jumlah bahan pakan yang dihabiskan atau dikonsumsi untuk kenaiakan 1 satuan bobot badan dengan rumus:
Konversi Pakan =
Jumlah bahan pakan yang dihabiskan
Penambahan bobot badan


3.2.3.    Pelaksanaan penelitian
1)    Tahap persiapan
a)    Mempersiapkan alat dan bahan.
b)    Mengacak materi penelitian sesuai dengan perlakuan dan ulangan, kemudian masukkan meteri penelitian kedalam kandang.
c)    Pembiasaan pakan untuk sapi dengan tujuan agar dalam tahap penelitian sapi suda terbiasa dengan pakan yang diberikan.
d)    Tahap ini dilaksanakan selama 6 minggu.
e)    Pemanfaatkan rumput bintang sebagai pakan sapi dengan perlakuan penelitian sebagai berikut.
-       To = 100% ( rumput bintang 80% + leguminosa 20%)
-       T1 = Kontrol 95% + leguminosa 5%.
-       T2 = Kontrol 90% + leguminosa 10%.
-       T3 = Kontrol 85% + leguminosa 15%.
2)    Tahap pelaksanaan penelitian
a)    Menimbang ternak sesuai dengan bobot badan awal.
b)    Menimbang dan memberikan pakan sesuai dengan perlakuan.
c)    Mengukur tingkat konsumsi pakan dengan menghitung selisih antara pakan yang diberikan dengan sisa pakan.
d)    Memberikan air minum.
e)    Menimbang bobot badan sapi tiap minggu.
f)     Melakukan pengamatan terhadap kondisi sapi.
g)    Tahap ini dilaksanakan selama 6 minggu.
3.2.4.    Jadwal pelaksanaan penelitian
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No.
Tahap
Tahun 2016
April
Mei
Juni
1.    
Persiapan












2.    
Pelaksanaan












3.    
Koleksi Data












4.    
Tabulasi dan analisis data













3.2.5.    Denah penelitian
Table 3.2. denah penelitian
SAPI A
T0A
T3A
T1A
T2A
SAPI C
T3C
T1C
T2C
T0C
SAPI B
T0B
T3B
T2B
T1B
SAPI D
T0D
T1D
T3D
T2D



DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anonima. 2012. Beternak Sapi Bali. Diakses tanggal 14 Februari 2012.
Anonimus, 1991. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.
Anonimus, 1983. Hijauan Makanan Ternak. Kanisius. Yogyakarta.
Bambang S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar  Swadaya. Jakarta.
Bamualim, A. dan R. B. Wirdahayati. 2002.Nutrition and management strategies to improve Bali cattle productivity in Nusa Tenggara. Proc. of an ACIAR Workshop on Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia, Skripsi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Cole, H.H. 1966. Introduction to Livestock Production 2nd Edition. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
Darmaja, S .G .N .D., 1980. Setengah abad peternakan sapi tradisional dalam ekosistim pertanian di Bali. Thesis UNPAD.
Davies HL. 1982. Principle on Growth of Animal. In H. L. Davies, Nutrition on Growth Manual. Canberra. AUIDP.
Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Armico Bandung.
Kay M. and R. Housseman. 1975. The Influence of Sex on Meat Production. In Meat. Edited by Cook DJ, Lawrrie RA. London. Butterworth.
Manurung L. 2008. Analisi ekonomi uji ransum berbasis pelepah daun sawit, lumpur sawit dan jerami padi fermentasi dengan phanerochate Chysosporium Pada Sapi Peranakan Ongole. Departemen Peternakan fakultas pertanian Universitas Sumatra Utara Medan. – Skripsi.
Mcilroy, R. J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika Terjemahan; Susetyo Sudarmadi, H., Klamono, Dan Sri Harini, I. S. 1977. Pradnya Paramita. Jakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta. Hal 371-374. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Parulian S. T. 2009. Efek Pelepah Daun Sawit dan Limbah Industrinya Sebagai Pakan Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan bali Pada Fase Pertumbuhan. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara Medan. 
Putra, S. 1999. Peningkatan Performans Sapi Bali Melalui Perbaikan Mutu Pakan dan Suplementasi Seng Asetat. Institut Pertanian Bogor.
Sampurna, I., Putu I., dan Ketut suatha., 2010. Pertumbuhan alometri dimensi panjang dan lingkar tubuh sapi Bali jantan. Jurnal Veteriner Universitas Undayana. Vol. 11. No.1 :46-51.
Siregar, S. B. 1990. Ransum Ternak Ruminansia. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Siregar, S.B, 2003. Teknik Pemeliharan sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Susetyo, S., I. Kismono, Dan B. Soewardi. 1968. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta..
Tidi D., Mansyur, H. K. Mustafa, Dan H. Supratman. 2006. Imbangan Rumput Afrika (Cynodon Plectostachyus) Dan Leguminosa Sentro (Centrosema Pubescans) Dalam Sistem Pastura Campuran Terhadap Produksi Dan Kualitas Hijauan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Jurnal Ilmu Ternak, Desember 2006, Vol. 6 No. 2, 163 – 168.
Tillman, A.D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo.1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Fakultas Peternakan, UGM, Yogyakarta.
Tillman, D., H. Hartadi, S. Prawirokusumo, S. Reksoha-diprodjo dan S.Lebdosukojo. 1991. Ilmu   Makanan Ternak Dasar. Gadjah  mada University Press, Yokyakarta.
Yudith Taringan A., 2010. Pemamfaatan Pelepah sawit dan Hasil Ikutan Industri Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Simental Fase Pertumbuhan. Departemen Pendidikan Fakultas Sumatra Utara.
Wello, B. 2007. Bahan Ajar Manajemen Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Williamson, G dan W.J.A Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Alih Bahasa : Djiwa Darmadja. UGM_Press. Yogyakarta.